Semua mata dan pikiran tertuju pada aksi May Day yang akan dilaksanakan untuk memperingati hari buruh internasional. Berbagai macam opini begitu santer berseliweran di media sosial. Katanya dalam upaya menyerang pemerintahan Jokowi, katanya ditunggangi oleh kepentingan politik, dlsb. Demo, hampir semua jenis demo ditunggangi oleh kepentingan politik, kita harus sadari semua itu. Tapi kita juga jangan lupa, ada orang-orang yang benar-benar tulus dalam aksi tersebut. Seperti halnya demo berjilid-jilid kemarin. Sebagian dari kita tahu bahwa ada kepentingan politik di sana. Namun ada juga orang-orang yang rela karena panggilan hati nurani. Jangan semuanya dipukul rata. Jika demo ada yang menunggangi, semua jenis demo pasti ada. Bahkan acara lilin, atau acara apapun dalam solidaritas untuk Ahok, juga ditunggangi oleh kepentingan politik. Kita harusnya sadar, melihat dari satu sudut pandang tidaklah elok.

Masalah demo buruh, banyak yang mencibir. Memang petinggi-petinggi organisasi atau serikat pekerja ada yang dekat, bahkan sangat dekat dengan pengusaha. Hidupnya mewah, uangnya banyak. Tapi kita juga jangan lupa, bahwa masih ada dari petinggi-petinggi tersebut yang berjuang demi keadilan para buruh. Saya sendiri pernah menjadi buruh dan waktu itu tidak ikut demo karena kena shift malam. Sedangkan yang diperbolehkan untuk ikut demo, adalah mereka yang kena shift pagi. Waktu itu pimpinan justru mengarahkan ‘buruh’nya untuk berdemo. Pimpinan menyuruh mereka untuk ikut aksi solidaritas. Semua ini bukan hanya masalah tuntutan kenaikan gaji. Tapi PENGAKUAN. Ini loh, para buruh benar-benar ada, para buruh membantu kalian semua. Para buruh juga ingin dihargai, dihormati. Jika kamu bisa hormat kepada bos, kamu juga harus menghormati para buruh, para office boy, cleaning service. Karena itu semua membentuk pola, membentuk rantai agar aktivitas di perusahaan tersebut berjalan dengan lancar.

Para buruh, para cleaning service yang kalian pandang rendah itu juga ikut membayar pajak, iuran BPJS, JHT, yang uangnya diinvestasikan oleh pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Siapa yang menikmati infrastruktur? Ya semua kalangan, termasuk mereka yang memandang rendah para buruh. Tapi apa? Para buruh selalu kena cibiran, bahkan langsung kena pecat hanya karena ikut bersolidaritas.
Masalah tenaga kerja yang digantikan oleh robot, kenapa yang dicaci hanya buruh? Mengancam kehilangan pekerjaan? Well, yang perlu kalian ketahui. Saya dulu ketika kerja di pabrik, mengoperasikan sebuah robot. Kalian pikir robot akan bekerja sendiri? Secara otomatis? Tidak! Robot perlu ada yang menjalankan, menghidupkan, mematikan, men-istirahatkan. Siapa yang melakukan semua itu kalau bukan buruh? Manitenance hanya mengurusi robot yang troble, bukan mengurusi menghidupkan, mematikan, men-istirahatkan para robot. Check men, formen, kepala seksi, quality control, manajer. Apa mereka semua mengurusi robot dan mengoperasikannya? Tidak! Buruh yang melakukan semua itu.
Sekarang jamannya teknologi. Berbelanja, membayar tagihan, transfer, naik ojek, beli makan. Semuanya sudah serba elektronik, E-Money. Jelas tenaga kerja perbankan, PLN, PDAM, juga ikut terancam. Tapi kenapa yang selalu dicibir, buruh.
Ada yang tahu tentang robot Sophia? Mereka yang nantinya akan menggantikan para manajer, accounting, direktur, komisaris. Robot-robot jenis Sophia sudah diprogram untuk kerja secara BERSIH sehingga tidak akan ada lagi perusahaan yang terkena financial fraud statment. Belum cukup sampai di situ. Negara-negara maju tengah mengembangkan robot pembantu rumah tangga, pemuas seks, baby sister. Kalian pikir hanya buruh pabrik yang terancam? Tidak! Masih ada drone-drone yang siap menggantikan para TENTARA. Drone hanya tinggal dimasukan sebuah program dan dapat menghancurkan sebuah negara tanpa harus mengorbankan nyawa manusia. Jika seperti itu, Tentara mau kerja apa?. Namun lagi-lagi para buruh pabrik yang kena cibiran.
hara.nirankaraMasalah tenaga kerja ini, karena ini tentang bisnis, maka saya akan memberikan analisis SWOT (strenght, weakness, oppurtunity, threat). Para pebisnis selalu menggunakan analisis SWOT untuk menguasai pasar. Indonesia juga termasuk pasar, right? Yang pertama, strenght. Pebisnis harus tahu apa kekuatan mereka, entah itu dari segi produk, keunggulan, hak paten, kualitas. Sedangkan kita tahu, pasar domestik memiliki kualitas yang rendah, pasar mancanegara memiliki produk yang lebih unggul. Ini yang membuat Indonesia menjadi target market dari mereka. Yang kedua, weakness. Para pebisnis harus tahu kelemahannya, kelemahan dari pesaing, kelemahan suatu pasar agar mereka sanggup berinovasi. Yang ketiga, opportunity. Para pebisnis harus melihat peluang yang ada. Seperti yang pernah saya singgung pada esai yang berjudul “Negara Tertinggal”. Pola hidup masyarakat Indonesia yang serba instan, merupakan peluang bagi mereka, terlebih, SDM kita sangat rendah. Yang keempat, threat. Para pebisnis harus tahu ancaman apa saja yang menghadang mereka. Entah itu yang berasal dari pesaing, inovasi, dlsb.
Masalah threat atau ancaman ini yang perlu kita waspadai. Dengan menjamurnya TKA, robot, E-Payment, dll. Itu sebuah ancaman bagi kita semua. Bukan hanya buruh. Kita mau tidak mau, harus bersaing dengan TKA, robot, teknologi. Jika kita kalah dalam bersaing, tamatlah riwayat manusia. Segala jenis pekerjaan akan digantikan oleh robot yang berbasis teknologi. Mungkin kita semua senang dengan perkembangan jaman yang serba modern, serba enak. Tapi di balik kemudahan dan kemajuan tersebut, ada sebuah ancaman. Yaitu tenaga manusia akan digantikan oleh robot, oleh mesin otomatis. Coba saja lihat proyek jalan layang di luar negeri, sudah menggunakan mesin. Coba saja lihat orang luar negeri ketika hendak memperbaiki jalan yang berlubang, sudah pakai mesin.
Coba kita lihat faktanya. Banyak SDM kita yang tertinggal, yang gampang di adu domba, yang hedonis, yang konsumtif, yang egois. Sedangkan ketika ada massa dengan persatuan solidaritasnya, kalian caci, kalian cibir.
Padahal yang dilakukan oleh mereka adalah untuk kebaikan kita semua. Banyak dari kita yang tidak sadar akan potensi ancaman yang sedang menunggu.
Ketika ada aksi demo, dikata menyerang pemerintah, dikata tidak tahu diri, bla bla bla. Padahal perjuangan mereka untuk melawan neo-liberalisme juga akan menyelamatkan kita semua dari para robot-robot itu. Para pemilik modal akan lebih memilih robot yang canggih, berkompeten. Sedangkan kita? Hanya akan jadi jongos. Maka berfikirlah secara luas.

By Mr.A

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama